Sabtu, 21 November 2009

Lebih Yang Tak Seharusnya

Pandanglah sesekali ke atas langit saat dirimu merasa hebat tiada batas. Merasa lebih dari sekedar biasanya. Mungkin riya’ menyandera jiwa, atau takabburmenggemuruh mengancam jiwa, atau ujub yang tak bisa dibendung. Sehingga dengan lebih itu, kita merasa lebih mulia dari manusia lainnya.

Pandanglah langit sesekali pada merah atau hitamnya kelak. Langit selalu saja rendah hati. Dan langit selalu memberikan pelajaran. Ia tak pernah menampakkan kehebatannya. Apalagi menyombongkan ketinggiannya di luar perintahNya. Padahal langit sudah sedemikian tinggi.Begitu sejuk saat memandang langit pagi. Begitu biru dan putih memancarkan warna serasi dan mencerahkan mata. Dan langit senja, tak kalah harmoni dengan kilauan bintang gemintang nan penuh cahaya. Semua begitu pas. Tak kurang apalagi berlebih. Mereka sinergi.

Manusia begitu rendah menetap di dunia. Namun sering merasa lebih tinggi dari sekedar langit milikNya. Bahkan dalam sebuah sujud kerendahan, kita dipayungi langit keagunganNya. Ada sebuah syair indah yang ditorehkan Ustadz Rahmat Abdullah, semoga Allah SWT mengasihi beliau :

Merendahlah,
engkau kan seperti
bintang gemintang
berkilau dipandang orang
di atas riak air
dan sang bintangpun jauh tinggi
janganlah seperti asap
yang mengangkat diri tinggi di langit
padahal dirinya rendah hina.

Padahal, kerapkali kita berperilaku seperti asap. Meninggikan dan merasa diri begitu mulia. Tak ingin sedikitpun kemulian yang kita anggap ada itu sirna dari diri. Dengan ketinggian yang kita agungkan, sesungguhnya menyimpan kehinaan yang tercium di balik kerendahan terbangnya.

Berharap begitu besar akan pujian di sekeliling kita terhadap semua yang kita lakukan, namun tak pernah di dapat. Semakin berharap, semakin pula bau asap yang menyesakkan dada itu tercium.

Namun amat berbeda dengan bintang gemintang yang begitu tinggi di sana. Bercahaya bertahtakan sinar mulia sebagai kekasihNya. Hati, terkadang tak pernah bernilai bila selalu bergantung pada sebuah ketinggian yang semu dan sementara.

Padahal, ada sebuah atap langit milikNya tempat semua doa dan cita mengudara, dimana semua hati yang terpilih, mendekap ketinggian hakiki bersama kemuliaan akhlaq yang melahirkan kezuhudan dan keikhlasan yang luar biasa. Wallahu’alam


Tidak ada komentar:

Posting Komentar